Daerah
Aliran Sungai (DAS) Cidanau merupakan salah satu DAS penting di wilayah
Provinsi Banten, secara geografis DAS Cidanau terletak diantara 06º 07ʹ 30″ –
06º 18ʹ 00″ Lingkar Selatan dan 105º 49ʹ
00″ – 106º 04ʹ 00″ Bujur Timur.
Merupakan suatu kawasan dengan topografi yang didominasi oleh pegunungan
di sebelah Utara-Barat dan dataran rendah di belahan Selatan dan Timur,
mencakup 38 desa pada 5 wilayah kecamatan di Kabupaten Serang dan 4 desa di Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang (Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah DAS Cidanau, Bappeda Kabupaten Serang – Balai
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) DAS
Citarum-Ciliwung,1999). Dengan kawasan seluruhnya
seluas 22.620 Ha dan dengan populasi sebanyak 155.956 jiwa, pertumbuhan peduduk
sebesar 3% dan sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama rata-rata
penduduk di hulu DAS Cidanau, tetapi dengan penguasaan lahan antara 0,20 – 0,50
hektar per kepala keluarga.
Sedangkan
Sungai Cidanau merupakan sungai utama DAS Cidanau, yang berhulu di kawasan
Cagar Alam Rawa Danau yang menampung aliran air dari ± 18 sungai besar dan
kecil (Sub DAS) dan bermuara di Selat Sunda.
Sungai Cidanau merupakan sungai penting bagi upaya pembangunan ekonomi
di wilayah Barat Provinsi Banten, fungsinya sebagai sumber air baku bagi
masyarakat dan industri di Kota Cilegon dan sekitarnya, menjadikan DAS Cidanau
memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di kawasan
tersebut.
Kemiskinan,
perambahan, tingginya tingkat erosi dan sedimentasi serta ancaman terhadap
ketersediaan air menjadi persoalan dan issu yang menjadi perhatian para pihak
untuk ditangani dan diatasi, agar DAS Cidanau tetap berfungsi dan berperan,
tidak saja untuk kepentingan konservasi, penyedia air baku tetapi juga sebagai
landasan peningkatan ekonomi dan kesejateraan masyarakat pada umumnya.
Ditandatanganinya
Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor: 124.3/2002, tanggal 24 Mei 2002 tentang
Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), merupakan momentum penting dalam upaya
membangun koordinasi, sinergitas dan integrasi para pihak dalam mengatasi
berbagai persoalan yang mengancam peran dan fungsi DAS Cidanau. Menjadi titik awal bagi para pihak untuk
menyamakan visi dan misi pengelolaan, dengan berlandaskan pada konsep one river, one plan dan one management. Upaya yang kemudian menjadi landasan untuk
berbagi peran, berbagi tanggung jawab dengan didasarkan pada tugas, pokok dan
fungsi masing-masing untuk mengatasi masalah yang ada di DAS Cidanau.
Salah
satu strategi yang dijalankan untuk membangun keseimbangan antara kepentingan ekologi,
social dan ekonomi di DAS Cidanau, para pihak yang terlibat dalam pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya alam DAS Cidanau dengan menerapkan konsep hubungan
hulu hilir dengan mekanisme transaksi jasa lingkungan di DAS Cidanau dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir, konsep yang dibangun dan dikembangkan dengan
tujuan untuk memberikan kontribusi dalam menjaga keberlanjutan supplai air bagi
kepentingan masyarakat dan industri di Kota Cilegon, kawasan pertumbuhan
ekonomi dan kawasan industri penting di Provinsi Banten dengan total investasi
± US$ 30 juta. Disamping untuk menahan
laju deforestasi dan menjadi alternatif bagi masyarakat dalam upaya mereka
meningkatkan kemampuan ekonomi, sehingga kepentingan ekologi, social dan
ekonomi dapat berjalan beriringan.
Pengelolaan
terpadu DAS dan jasa lingkungan yang diterapkan para pihak di DAS Cidanau, menjadi
salah satu contoh pengelolaan terpadu DAS dan jasa lingkungan di Indonesia. Sehingga mengundang banyak pihak untuk datang
dalam rangka studi banding dan belajar bersama dari pengalaman masing-masing
dalam melakukan pengelolaan DAS dan jasa lingkungan. Kelompok yang mengunjungi
Cidanau, tidak saja dari forum-forum DAS di Indonesia, tetapi juga dari beberapa
Negara dari Asia dan Afrika, seperti: Malaysia, Bhutan, Nepal dan Kenya. Termasuk kunjungan dari beberapa lembaga
peneliti dari dalam luar negeri, untuk mempelajari dan melihat dampak dari
proses yang terjadi di Cidanau, sesuai dengan tujuan penelitian mereka.
Namun
pengelolaan DAS secara berkelanjutan tidak bisa bergantung hanya pada cerita
sukses itu, tetapi harus ada upaya pengelolaan yang dilaksanakan secara
konsisten dan berkelanjutan oleh para pihak, serta dengan varian kegiatan yang
beragam, dengan didukung oleh regulasi yang sejalan dan mampu memperkuat proses
yang sudah ada dan terbangun. Sehingga melahirkan
banyak alternatif yang dapat digunakan masyarakat untuk membangun dan
mengembangkan ekonomi mereka dengan berlandaskan pada sumber daya lahan yang
mereka miliki, sehingga pertumbuhan ekonomi yang ada di level masyarakat di DAS
tersebut diharapkan dapat mewujudkan keseimbangan antara ekologi, sosial dan
ekonomi di DAS Cidanau.
Pengelolaan
Terpadu DAS
Pengelolaan terpadu DAS yang dilakukan oleh para pihak itu,
layaknya permainan alat music angklung yang membangun simphoni dari buah
angklung yang berbeda-beda, bermain secara runut, teratur, disiplin dengan
integritas yang kuat sesuai tuntutannya, sehingga nada-nada yang dihasilkan
mengalunkan harmoni yang terdengar indah.
Manakala salah satu dari seniman angklung itu membunyikan angklungnya
tidak sesuai dengan tuntutan lagunya, maka iramanya menjadi rusak, terdengar
janggal, aneh dan akhirnya keindahan nadanyapun menjadi hilang.
Hal yang sama dilakukan oleh para pihak yang terlibat dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam DAS Cidanau, sistem dan mekanisme
yang terbangun masih belum sesempurna yang diinginkan, belum sebaik penilaian
orang-orang yang berkunjung. Inisiasi
pengelolaan terpadu DAS Cidanau yang dimulai oleh Lembaga Swadaya Masyarakat
Rekonvasi Bhumi pada tahun 1998, baru “berhasil” mendorong para pihak yang
terlibat dalam memperhatikan beragam persoalan yang ada di DAS Cidanau dan
memahami pentingnya DAS Cidanau dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di
Provinsi Banten. Tetapi masih diperlukan
waktu dan upaya, agar para pihak yang terlibat mau menjalankan fungsi dan
perannya dalam penyelesaian berbagai persoalan yang ada secara konsisten dan
berkelanjutan.
Pengelolaan terpadu DAS Cidanau dimaksudkan untuk mengkoordinasikan
berbagai kegiatan para pihak agar pelaksanaannya dapat saling memperkuat satu
sama lain, agar upaya penanganan masalah percepatannya sama atau bahkan
melampaui laju permasalahan itu sendiri.
Walaupun luas DAS Cidanau termasuk dalam skala DAS kecil (mikro), bila
dibandingkan DAS lainnya di Provinsi Banten.
Namun peran pentingnya sebagai sumber air baku untuk masyarakat dan industri
di Kota Cilegon, memerlukan perhatian dan penanganan dari para pihak yang lebih
serius agar peran dan fungsi DAS Cidanau sebagai penyedia air dapat terus
terjaga dan dipertahankan.
Ada dua issu penting yang menjadi dasar para pihak untuk membangun
dan mengembangkan pengelolaan terpadu DAS Cidanau, yaitu: adanya kawasan Cagar
Alam Rawa Danau, yang merupakan kawasan endemis dalam bentuk ekosistem rawa
pegunungan dengan beragam ekosistem dan keanekaragaman hayatinya dan potensi sumber
daya air yang menjadi landasan pembangunan ekonomi di wilayah Barat Provinsi
Banten.
Kedua issu tersebut berkaitan erat dengan kondisi social ekonomi dan
prilaku masyarakat di DAS Cidanau dalam mengelola sumber daya alam, kepemilikan
lahan yang sempit, pengolahan lahan yang mengabaikan prinsip-prinsip konservasi
dan lingkungan, penebangan kayu dan kemiskinan, merupakan kondisi dan aktivitas
yang berpotensi untuk menurunkan kualitas peran dan fungsi DAS Cidanau.
Kondisi tersebut diperparah dengan tumpang tindihnya kebijakan
pemerintah daerah dan konflik kepentingan, antara kepentingan ekologi, social
dan ekonomi dalam pemanfaatan lahan, ruang dan sumber daya alam lainnya. Sehingga upaya pengelolaan terpadu DAS dalam
kerangka pelestarian DAS kerap terkendala dengan kebijakan yang bertentangan
dengan upaya pelestarian DAS, seperti: rencana pembangunan microhydro oleh
Pemerintah Kabupaten Serang di Curug Betung, atau rencana pembangunan bendungan
oleh Balai Besar Sungai Cidanau – Ciujung – Cidurian yang juga tidak jauh di
Curug Betung.
Konsistensi para pihak sendiri untuk melakukan pengelolaan terpadu
masih harus terus ditingkatkan, masih adanya perencanaan yang dibuat oleh para
pihak tanpa melalui proses komunikasi antar para pihak, adalah indikasi masih
adanya egosektor diantara para pihak, terutama dari pemerintah. Padahal ada banyak aturan dan perundangan yang
menjadi landasan para pihak dalam pengelolaan terpadu DAS, antara lain:
Undang-undang Nomor 7/2009 tentang sumber daya air, Undang-undang Nomor 37/2014
tentang konservasi tanah dan air, Peraturan Pemerintah Nomor 37/2012 tentang
pengelolaan DAS dan lain sebagainya.
Walaupun demikian pengelolaan terpadu di DAS Cidanau mulai
menemukan bentuk, dengan disepakatinya sistem dan mekanisme perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan oleh para pihak.
Sebuah proses yang dimulai dengan rembug warga dihulu-hulu DAS, untuk
mengetahui keinginan dan kebutuhan masyarakat (need assessment) dalam optimalisasi pemanfaatan lahan yang mereka
miliki dan upaya peningkatan ekonomi dengan didasarkan pada sumber daya alam
yang mereka miliki. Hasil rembug warga
tersebut dibahas oleh Tim Teknis dengan mempertimbangkan berbagai hasil-hasil
studi dan kajian yang ada, untuk kemudian menyusun indikasi program yang
selanjutnya akan dibahas oleh masing-masing bidang untuk menjadi usulan program
yang kemudian akan ditetapkan dalam rapat pleno di Forum Komunikasi DAS Cidanau
(FKDC), yang pembetukannya didasarkan pada Surat Keputusan Gubernur Banten
Nomor: 124.3/2002.
Ada tiga integrasi yang menjadi landasan pengelolaan terpadu DAS
Cidanau, yaitu:
1.
Integrasi Kebijakan
Integrasi
dan sinergitas para pihak, antar sektor dalam upaya pengelolaan terpadu DAS dengan
menyepakati bentuk organisasi yang akan menjadi wadah para pihak dalam
pengelolaan, hal tersebut diwujudkan dengan membentuk Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) dengan legalitas Surat Keputusan Gubernur (Nomor: 124.3/Kep.64 –
Huk/2002, tanggal 24 Mei 2002);
2.
Integrasi Fungsional
Kesepakatan
untuk membangun dan mengembangkan sistem perencanaan pembangunan yang
didasarkan pada kebutuhan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam yang
mereka miliki, sebagai landasan peningkatan kemampuan ekonomi dan kesejahteraan
mereka melalui mekanisme kerja,
skema dari mekanisme kerja tersebut adalah sebagai berikut:
3.
Integrasi Sistem
Menggalang
dukungan politik dan kebijakan dari pemerintahan provinsi dan kabupaten yang terkait, untuk
mendukung upaya membangun dan mengembangkan pengelolaan terpadu DAS dan jasa lingkungan di DAS Cidanau, seperti; sharing program, pembiayaan dan regulasi;
System dan mekanisme perencanaan dan pelaksanaan kegiatan tersebut
di atas, apabila dioptimalkan akan menjadi wadah para pihak untuk saling
berinteraksi, berkomunikasi dan berkoordinasi, yang hasilnya diharapkan akan menghilangkan
tumpang tindih kebijakan dan mengikis habis konflik kepentingan.
Selama ini masyarakat di hulu DAS sangat tergantung pada hasil
dari lahan mereka dalam bentuk kayu dan buah-buahan, seperti; melinjo, durian,
petai, jengkol, pisang dan lain sebagainya.
Penebangan dilahan-lahan milik mereka, merupakan persoalan yang cukup
rumit untuk diatasi, ketika pemilik lahan merupakan tokoh masyarakat dan
memiliki tingkat pendapatan cukup baik.
Untuk mengatasi hal tersebut, FKDC mencoba menawarkan kepada masyarakat
di hulu untuk mengembangkan komoditas-komoditas yang dapat ditanam dibawah
tegakan, namun memiliki nilai ekonomi yang cukup baik dan dengan jaminan pasar
yang jelas.
Pendekatan agro forestry,
merupakan salah satu strategi yang akan dibangun dan dikembangkan untuk
meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat, disertai dengan upaya peningkatan
pengetahuan masyarakat terkait dengan optimalisasi pemanfaatan lahan, komoditas
unggul dan penguatan kelembagaan yang nantinya diharapkan menjadi wadah
masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani hutan untuk melakukan hubungan
dan atau perikatan dengan pihak lain. Luasnya kawasan hutan rakyat (perhutanan
sosial) yang menjadi prioritas penanganan (3.364 ha) merupakan potensi yang
dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan komoditas apapun, yang dapat ditanam
oleh masyarakat dan menjadi alternatif dalam upaya mereka meningkatkan
kemampuan ekonomi.
Perencanaan kegiataan dalam kerangka peningkatan ekonomi
masyarakat, akan dilakukan secara komprehensif, terintegrasi dengan melibatkan
berbagai sector, tidak saja terkait dengan kawasan perhutanan social,
penanganan sampah rumah tangga, tetapi juga di kawasan pertanian yang ada di
sekitar Cagar Alam Rawa Danau, atau di kawasan sub DAS yang bermuara di Cagar
Alam Rawa Danau. Karena penebangan dan
penggunaan pupuk kimia untuk kepentingan peningkatan produksi budidaya
pertanian, akan menyebabkan tingginya erosi dan sedimentasi yang dibawa
sungai-sungai di DAS Cidanau dan akan merubah ekosistem rawa menjadi ekosistem
daratan, sedangkan penggunaan pupuk kimia telah menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang menumbuh suburkan gulma
yang ada didalam kawasan, sehingga akumulasi dari persoalan tersebut akan
menimbulkan ancaman bagi kelestarian ekosistem rawa, yang juga berfungsi
sebagai reservoir alam.
Sejak ditetapkan Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor: 124.3/2002,
pada tanggal 24 Mei 2002. Kerjasama para
pihak dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di DAS Cidanau, mulai
terbangun dengan baik dan mencakup beragam sektor. Mulai dengan pertemuan routin kelompok tani
hutan, kegiatan konservasi, rehabilitasi hutan dan lahan, kajian, bantuan
social dalam bentuk ternak, peningkatan keterampilan sampai dengan operasional
kesekretariatan FKDC.
Hal itu ditunjukkan dengan adanya sharing program dan pembiayaan
para pihak dengan didasarkan pada system dan mekanisme perencanaan kegiatan
yang telah disepakati, sehingga pelaksanaan kegiatan dijalankan sesuai dengan
perencanaan yang telah disepakati bersama.
Jasa
Lingkungan
Inisiasi implementasi konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme
transaksi jasa lingkungan di DAS Cidanau, dimulai pada tahun 2004. Dibutuhkan waktu kurang lebih satu tahun
untuk pt. Krakatau Tirta Industri (KTI) mau menerima konsep ini dengan bersedia
membayar atas air yang mereka gunakan sebagai bahan baku untuk mensuplai
kebutuhan air bersih bagi masyarakat dan industry di Kota Cilegon.
Waktu kurang lebih satu tahun tersebut, merupakan proses yang kegiataannya
tidak saja berkaitan dengan upaya untuk KTI membayar jasa lingkungan tetapi
juga kegiatan-kegiatan yang terkait dengan membangun pemahaman Tim Teknis
tentang jasa lingkungan. Pada saat itu
jasa lingkungan masih dipahami sebagian kegiatan social atas upaya konservasi
yang dilakukan masyarakat, tidak sebagai transaksi atau imbalan yang bisa
diterima oleh masyarakat karena upaya konservasi yang mereka lakukan,
Sedangkan Direksi KTI berpendapat bahwa upaya untuk mempertahankan
kawasan hutan rakyat merupakan tanggung jawab pemerintah, karena mereka sudah
membayar berbagai kewajiban yang terkait dengan bisnis yang mereka lakukan dengan
didasarkan pada aturan atau ketentuan perundangan yang berlaku. Pada saat Direksi KTI memberikan lampu hijau
akan membayar jasa lingkungan untuk kawasan seluas 50 Ha dengan nilai sebesar
Rp. 3.500.000,- per hektar, FKDC kemudian membentuk Tim Adhoc yang anggotanya
berasal dari Tim Teknis FKDC, perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Serang,
Pemerintah Kota Cilegon, BP DAS Citarum Ciliwung, lsm. Rekonvasi Bhumi dan
perwakilan KTI. Tim Adhoc inilah yang kemudian
menjalankan system dan mekanisme pengelolaan jasa lingkungan yang telah
disepakati oleh para pihak yang terlibat dan dituangkan menjadi Surat Keputusan
Kepala Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan (Bapedal) Banten selaku Ketua FKDC
Nomor: 990/KEP/FKDC/I/2005.
Tujuan dari penerapan konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme
transaksi jasa lingkungan di DAS Cidanau, adalah untuk menahan laju deforestasi
di lahan-lahan milik masyarakat dan memberikan alternatif baru bagi peningkatan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dengan tanpa menghilangkan akses masyarakat
terhadap sumber daya alam yang mereka miliki.
Disisi lain penerapan konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme
transaksi jasa lingkungan di DAS Cidanau, dapat menjadi alat terjadinya
transferring manfaat ekonomi dari pemanfaat jasa lingkungan di hilir kepada
penyedia jasa lingkungan di hulu, sehingga masyarakat di hulu yang cenderung
lebih miskin bila dibandingkan dengan masyarakat dihulu, memiliki landasan yang
lebih kuat untuk membangun kemampuan ekonomi mereka.
Jumlah kelompok penerima pembayaran jasa lingkungan sampai dengan
saat ini sudah sebanyak 15 kelompok, dengan kawasan lokasi pembayaran jasa
lingkungan sudah seluas ± 520 Ha. Bila
didasarkan pada phase lima tahunan, kelompok tani hutan yang menerima
pembayaran jasa lingkungan, dapat dilihat pada table berikut ini.
Sedangkan nilai pembayaran jasa lingkungan sampai dengan tahun
2019 mencapai Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah), dari jumlah tersebut
88,75% (Rp. 3.550.000.000,-) diantaranya merupakan pembayar jasa lingkungan
dari KTI, sisanya dari Pemerintah Banten dan Asahimas Chemical.
Phases
|
period
|
Companies
|
Jumlah (Rp)/tahun
|
|
1
|
2005 - 2007
|
Krakatau Tirta Industri
|
Perusahaan Air
|
525,000,000
|
2008 - 2009
|
Krakatau Tirta Industri
|
Perusahaan Air
|
400,000,000
|
|
2
|
2010 - 2014
|
Krakatau Tirta Industri
|
Perusahaan Air
|
1,250,000,000
|
2014
|
Provinsi Banten
|
Pemerintah
|
300,000,000
|
|
3
|
2014 - 2018
|
Asahimas Chemical
|
Perusahaan Kimia
|
150,000,000
|
2015 - 2019
|
Krakatau Tirta Industri
|
Perusahaan Air
|
1,375,000,000
|
|
2015 - 2019
|
Provinsi Banten
|
Pemerintah
|
TBD
|
|
Total
|
4,000,000,000
|
Seleksi
Kelompok Tani Hutan (farmer group selection)
Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) telah menyepakati
beberapa kriteria yang
akan digunakan untuk menentukan lokasi pembayaran jasa lingkungan di masa yang
akan datang, penggunaan kriteria tersebut diharapkan akan memberikan
kesimpulan yang mampu mendekati kebutuhan upaya pengelolaan DAS, dengan
menghasilkan locus dan focus pada kawasan DAS yang memiliki
pengaruh secara langsung pada kualitas DAS Cidanau, terutama terkait dengan
kuantitas dan kualitas air.
Kriteria yang
digunakan dalam menentukan kawasan prioritas yang diproyeksikan sebagai lokasi
pembayaran jasa lingkungan tersebut, sebagai berikut:
1.
Bukan Kawasan Perhutani dan Hutan
Konservasi
2.
Kemiringan Lereng di atas 15%
3.
Berada di Ketinggian 200 mdpl
4.
Bukan Kawasan Sawah dan Permukiman
5.
Kawasan Hulu DAS Cidanau
6.
Luasan Di atas 50 Hektar per
Wilayah Administrasi Desa
Dengan
menggunakan data spasial yang tersedia dan software GIS dilakukan overlaying dengan menggunakan parameter tersebut di atas, hasil
overlaying tersebut diperoleh kawasan prioritas pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau untuk
periode yang akan datang seluas 3.364,48 hektar dengan sebaran sebagaimana gambar berikut.
Dengan didasarkan pada peta tersebut di atas, maka desa yang menjadi
kawasan prioritas lokasi pembayaran jasa lingkungan untuk periode yang akan datang
sebanyak 15 desa, 3 desa masuk dalam wilayah Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang dan sisanya, 12 desa merupakan wilayah administrasi Kabupaten
Serang.
Desa-desa tersebut di atas, merupakan desa-desa
di kawasan hulu DAS Cidanau yang tata guna lahannya didominasi oleh kawasan kebun campuran
yang dianggap memegang peranan penting dalam upaya pelestarian DAS Cidanau,
tidak saja terkait dengan kuantitas dan kualitas air tetapi juga terkait dengan
kualitas hidup masyarakat yang ada di kawasan tersebut, karena kawasan tersebut
merupakan kawasan yang rentan longsor dan juga kawasan mata air yang menjadi
sumber air masyarakat.
Luas dari masing-masing desa tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
No.
|
DESA
|
LUAS (Ha)
|
KECAMATAN
|
1
|
Cikumbueun
|
651.319
|
Mandalawangi
|
2
|
Panjangjaya
|
80.767
|
Mandalawangi
|
3
|
Ramea
|
415.009
|
Mandalawangi
|
4
|
Ciketug
|
129.802
|
Ciomas
|
5
|
Cisitu
|
122.898
|
Ciomas
|
6
|
Citaman
|
59.296
|
Ciomas
|
7
|
Citasuk
|
258.586
|
Ciomas
|
8
|
Panyaunganjaya
|
126.081
|
Ciomas
|
9
|
Sukarena
|
52.014
|
Ciomas
|
10
|
Ujungtebu
|
149.194
|
Ciomas
|
11
|
Batukuwung
|
173.615
|
Padarincang
|
12
|
Cibojong
|
259.549
|
Padarincang
|
13
|
Kadukempong
|
416.549
|
Padarincang
|
14
|
Kadubeureum
|
322.786
|
Padarincang
|
15
|
Padarincang
|
147.016
|
Padarincang
|
Jumlah
|
3,364.483
|
Sumber: hasil analisa Peta
Dari 15 belas desa tersebut di atas, Tim
Teknis FKDC menyepakati 30 kelompok tani hutan yang dianggap mewakili
kepentingan kawasan prioritas, dengan sebaran sebagai berikut:
No.
|
DESA
|
LUAS (Ha)
|
Kelompok Tani Hutan
|
KETERANGAN
|
|
KTH
|
Prioritas
|
||||
1
|
Cikumbueun
|
651.319
|
26
|
5
|
Mandalawangi
|
2
|
Panjangjaya
|
80.767
|
3
|
1
|
Mandalawangi
|
3
|
Ramea
|
415.009
|
17
|
4
|
Mandalawangi
|
4
|
Ciketug
|
129.802
|
5
|
1
|
Ciomas
|
5
|
Cisitu
|
122.898
|
5
|
1
|
Ciomas
|
6
|
Citaman
|
59.296
|
2
|
1
|
Ciomas
|
7
|
Panyaunganjaya
|
126.081
|
5
|
1
|
Ciomas
|
8
|
Sukarena
|
52.014
|
2
|
1
|
Ciomas
|
9
|
Ujungtebu
|
149.194
|
6
|
1
|
Ciomas
|
10
|
Batukuwung
|
173.615
|
7
|
2
|
Padarincang
|
11
|
Cibojong
|
259.549
|
10
|
2
|
Padarincang
|
12
|
Citasuk
|
258.586
|
10
|
2
|
Padarincang
|
13
|
Kadukempong
|
416.549
|
17
|
4
|
Padarincang
|
14
|
Kadubeureum
|
322.786
|
13
|
3
|
Padarincang
|
15
|
Padarincang
|
147.016
|
6
|
1
|
Padarincang
|
Jumlah
|
3,364.483
|
134
|
30
|
Sumber: hasil identifikasi
Kelompok tani hutan (KTH) yang masuk dalam
wilayah prioritas diharuskan untuk menyusun proposal pengajuan pembayaran jasa
lingkungan, untuk membantu kelompok tani hutan dalam penyusunan proposal
dilakukan pendampingan oleh fasilitator Lembaga Swadaya Masyarakat Rekonvasi
Bhumi, operasional pendampingan tersebut dibiayai oleh ICRAF dengan waktu
pendampingan selama 8 bulan.
Parameter yang digunakan dalam mengevaluasi
dan menilai proposal kelompok tani hutan, adalah sebagai berikut:
1. Kelembagaan
Komponen yang
digunakan untuk mengukur kinerja kelembagaan (institutional performance), sebagai berikut:
1)
Struktur organisasi;
2)
Legalitas organisasi;
3)
Peraturan/kesepakatan kelompok;
4)
Data anggota, luas lahan dan jumlah serta jenis pohon dari
masing-masing anggota kelompok tani hutan;
5)
Sketsa titik lokasi pohon masing-masing anggota;
6)
Data potensi dan permasalah lokasi kelompok tani hutan
(hasil PaLA);
7)
Kegiatan rutin kelompok;
8)
Kelengkapan administrasi kelompok;
9)
Peta rincikan lokasi kelompok (participatory mapping);
10)
Dokumentasi kegiatan kelompok.
2. Rencana Kerja (work plan)
Komponen yang
digunakan untuk mengevaluasi dan menilai rencana kerja kelompok dengan kawasan
seluas 25 hektar, sebagai berikut:
1)
Pemanfaatan lahan;
2)
Penjarangan tegakan pohon;
3)
Tanah dan Air;
4)
Kedaulatan pangan;
5)
Ketahanan energi;
6)
Teknologi tepat guna;
7)
Pihak lain yang akan terlibat;
8)
Keterlibatan perempuan;
9)
Keberlanjutan (di atas 5 tahun)
3. Pembagian Keuntungan (benefit sharing)
Pembagian
keuntungan merupakan rencana kelompok untuk pemanfaatan pembayaran jasa
lingkungan untuk berbagai komponen yang diharapkan akan meningkatkan kualitas
hidup anggota kelompok, baik secara individual maupun dalam skala komunitas
(kelompok).
Komponen yang
digunakan untuk menilai pembagian keuntungan kelompok tersebut, sebagai
berikut:
1)
Kebutuhan dasar hidup;
2)
Pendidikan;
3)
Kesehatan;
4)
Lapangan kerja;
5)
Kearifan local.
Untuk mengevaluasi dan menilai proposal KTH,
FKDC menyusun parameter yang menjadi standart penilaian dengan cara memberikan
score (scoring) yang terdiri dari nilai 1 untuk sangat kurang (sk), 2 kurang
(kr), 3 sedang (sd), 4 baik (bi) dan 5 untuk nilai sangat baik (sb). Serta
membentuk tim evaluator yang terdiri dari:
1.
Saritomo perwakilan
pt. Krakatau Tirta Industri;
2.
Kemih
Kurniadi perwakilan
Pemerintah Kabupaten Pandeglang;
3.
MA.
Hardono perwakilan
Forum Komunikasi DAS Cidanau;
4.
Utang A
Madjid perwakilan
BP DAS Citarum – Ciliwung;
5.
Andi
Sukman perwakilan
Pemerintah Kabupaten Serang;
Hasil evaluasi dan penilaian yang dilakukan
oleh Tim Evaluator FKDC terhadap proposal yang diajukan oleh KTH, menghasilkan
urutan KTH sebagai berikut:
Dari hasil penilaian tersebut di atas, KTH
yang masuk dalam urutan sepuluh besar ditetapkan sebagai kandidat penerima jasa
lingkungan untuk kemudian diklarifikasi dan diverifikasi, untuk melihat
kesesuaian antara proposal dengan kondisi sebenarnya dari KTH.
Dari sepuluh KTH yang diklarifikasi dan
diverifikasi tersebut di tas, dengan didasarkan pada proyeksi kemampuan
keuangan untuk lima tahun yang akan datang atau sampai dengan tahun 2019, ditetapkan
6 KTH yang kawasannya akan dikontrak sebagai lokasi pembayaran jasa lingkungan
untuk periode 5 tahun oleh FKDC, dengan nilai transaksi jasa lingkungan sebesar
Rp. 1.350.000,- (satu juta tiga ratus
lima puluh ribu rupiah) per hektar per tahun, nilai transaksi sebesar Rp.
1.350.000,- merupakan nilai rata-rata dari pengajuan harga 10 KTH yang berkisar
antara Rp 1.200.000 – Rp. 1.500.000,- per hektar per tahun.
Keenam KTH tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Barokah 001/KJL-FKDC/X/2014 15/10/2014 – 14/10/2019
2.
Alam
Lestari 002/KJL-FKDC/X/2014 15/10/2014 – 14/10/2019
3.
Gosali
Indah 003/KJL-FKDC/XII/2014 17/12/2014 – 16/12/2019
4.
Cibunar 004/KJL-FKDC/XII/2014 17/12/2014 – 16/12/2019
5.
Harapan
Jaya 005/KJL-FKDC/XII/2014 17/12/2014 – 16/12/2019
6.
Sinar
Harapan II 006/KJL-FKDC/XII/2014 17/12/2014 – 16/12/2019
Penggunaan method
pemilihan kelompok tani hutan dengan cara mengajukan proposal dan penawaran
harga tersebut di atas, diharapkan akan mendorong produktivitas anggota
kelompok tani hutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang mereka miliki,
meningkatkan keterampilan anggota dan kelembagaan kelompok, disamping disisi
lain upaya-upaya konservasi yang dilakukan kelompok dapat mereduksi erosi dan
sedimen di anak-anak Sungai Cidanau yang bermuara di Cagar Alam Rawa Danau.
Diperlukan kerja keras pengurus
FKDC dalam upaya pengembangan jasa lingkungan di DAS Cidanau, terutama terkait
dengan mobilisasi dana pembayaran jasa lingkungan dari konsumen KTI. Luasnya kawasan yang menjadi prioritas
memerlukan perhatian, agar dikemudian hari tidak terjadi persoalan-persoalan
yang terkait dengan kecemburuan kelompok-kelompok tani yang sudah menunggu lama
untuk menjadi bagian dari system dan mekanisme pembayaran jasa lingkungan DAS
Cidanau.
Penutup
Penentuan lokasi jasa lingkungan dengan
menggunakan metode seleksi kelompok tani hutan, merupakan metode baru yang menjadi
tantangan tersendiri dalam membangun pemahaman anggota KTH untuk memenuhi dan
menjalankan kesepakatan-kesepakatan kelompok yang tertuang dalam proposal.
Disisi lain kebiasaan masyarakat yang masih
menggunakan pola pengelolaan lahan yang tradisional dengan orientasi cukup
makan, merupakan hal yang menjadi tantangan untuk diubah, dengan mendorong
anggota kelompok tani hutan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan
orientasi industri.
Oleh karena itu diperlukan kerja keras dan
focusing terhadap upaya peningkatan pemahaman tersebut, yang tujuan akhirnya
adalah meningkatkan kemampuan ekonomi anggota kelompok tani hutan itu sendiri.
adakah no contact yang bisa dihubungi? saya mahasiswa lingkungan yang mau meneliti terkait PES DAS Cidanau. terima kasih
ReplyDelete