Kabarbhumi.org – Merayakan hari
ulang tahun bias beragam cara, dari mulai yang hanya hura-hura, tiup lilin
atau pergi ke beberapa tempat untuk belajar dan menebar manfaat bagi sesama.
Pilihan terakhir ini yang dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rekonvasi
Bhumi yang merayakan milad ke 17-nya di perkampungan suku Baduy di Desa
Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Sabtu – Minggu (12-13/12/15).
Sebagai sebuah organisasi nirlaba yang concern terhadap isyu-isyu lingkungan, Rekonvasi tahu betul bagaimana memanfaatkan momen untuk belajar kearifan lokal kepada orang baduy, bagaimana hidup harmonis dengan alam sekitar. Salah satu suku yang dianggap sukses menjaga ekosistem dengan caranya yang sederhana.
“Selain berlibur dan merayakan milad, kita juga belajar dari orang Baduy bagaimana cara merawat alam dan menghargai alam dengan baik agar ekosistem tetap terjaga,” ungkap Direktur Eksekutif LSM Rekonvasi Bhumi, np. Rahadian memberikan alasannya.
Masyarakat Baduy merupakan sekelompok masyarakat yang berpegang teguh pada adat istiadat nenek moyang mereka secara turun-temurun. Kendati zaman terus berkembang, dan gaya hidup modern terus menggerogoti masyarakat masa kini, namun masyarakat Baduy tetap memilih hidup dalam kesederhaan, ketulusan, dan ketaatan pada titah leluhur mereka untuk terus menyatu dengan alam dan hidup bercocok tanam.
“Hanya dengan hukum adat mereka mejaga ekosistem lingkungannya,” sambung lelaki yang biasa dipanggil Nana tersebut.
Sebelum melakukan perjalanan ke Baduy, diadakan syukuran kecil-kecilan di kantor Rekonvasi Bhumi di Jl Joenoes Soemantri, Kota Serang yang dihadiri pendiri, penasehat, serta beberapa pejabat di Pemerintah Kabupaten Serang dan Provinsi Banten.
Tepat pukul 14.00 WIB, rombongan yang berjumlah 50 orang tersebut meluncur menuju Ciboleger, terminal terakhir menuju perkampungan suku Baduy. Rute yang dilalui melalui jalur Serang – Pandeglang – Mandala Rangkasbitung – Terminal Ciboleger Leuwidamar.
Namun perjalanan ke Baduy tidak berjalan mulus. Awalnya direncanakan sampai Baduy sekitar pukul 04.00 WIB. Namun karena ada proyek betonisasi jalan di Kecamatan Kalanganyar, jalan dibuat buka tutup. Sehingga baru sampai Ciboleger sekitar pukul 05.40 WIB. Namun, perjalanan tetap dilanjutan meski gerimis kecil mengiringi langkah kaki. Hujan yang turun tersebut membuat tanah yang dilapisi bebatuan sangat licin.
Setelah bertamu ke Jaro Pemerintah, Jaro Saija, di rumahnya yang berada di Kampung Kadu Ketug yang merpakan perbatasan dan pintu gerbang menuju wilayah adat Baduy. Setelah memohon izin masuk dan menyerahkan sedikit oleh-oleh rombongan pun melanjutkan perjalanan.
Langit sudah gelap, namun perjalanan tetap dilanjutkan agar segera sampai di Kampung Gazeboh yang berada di perbatasan Baduy Luar dan Baduy Dalam. Setelah melintasi beberapa kampung dan hutan, rombongan sampe di Kampung Gazebo sekitar pukul 07.00 WIB dan langsung disambut dengan bau durian di mana-mana.
Musung (35), salah satu warga Baduy menempatkan kami di beberapa rumah warga Baduy. Sehingga kami tak perlu mencari tempat atau rumah yang bisa dijadikan tempat melepas lelah. Rehat sejenak sambal menikmati kopi dan durian, malamnya dihibur dengan pertunjukkan angklung buhun dan dogdog lojor.
Pagi harinya, sesuai rencana. Selain belajar banyak kearifan lokal kepada warga Baduy, rombongan melakukan aksi penanaman pohon sukun secara simbolis. Dua pohon ditanam secara simbolis, 17 pohon lainnya dibagi-bagikan ke warga Baduy.
“Semoga pohon yang kita tanam bermanfaat,” ungkap salah satu Dewan Pendiri LSM Rekonvasi Bhumi, Agus Setiawan.
Sementara itu, Ketua Panitia acara, Ahmad Mushowir mengatakan, pohon sukun yang dibagi-bagikan ke warga Baduy sebanyak 17 pohon sesuai dengan uang tahun ke 17 LSM Rekonvasi Bhumi.
“Warga Baduy minta banyak pohon sukun
karena di sini belum ada pohonnya. Nanti akan kami kirim lagi,” ungkapnya.
Showir juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh kerabat bumi yang ikut dalam perjalanan tersebut. “Saya harap ada manfaat yang bias diambil baik itu oleh Rekonvasi Bhumi atau kerabat bumi yang ikut dalam perjalanan ini,” ujarnya.
Khawaitr hujan, sekitar pukul 14.00 WIB, setelah puas menimba ilmu dan mengabadikan momen di Baduy, rombongan pamit meninggalkan Kampung Gazebo. Rencana ke Baduy Dalam ditunda dulu, mungkin lain waktu. Meski begitu, di Gazeboh semua merasa lebih akrab satu dengan yang lainnya. Sebab tak satu pun gadget yang dapat berfungsi di sana. Tak ada yang sibuk dengan telepon genggam masing-masing yang biasanya terjadi saat beraktifitas bersama di lingkungannya masing-masing.
No comments:
Post a Comment