Oleh: np. RAHADIAN – Rekonvasi Bhumi, Serang Banten
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau
merupakan salah satu DAS penting di wilayah Propinsi Banten, secara geografis
DAS Cidanau terletak di antara 06º 07’ 30’’ – 06º 18’ 00’’ LS dan 105º 49’ 00’’
– 106º 04’ 00’’ BT. DAS Cidanau mencakup kawasan seluas 22.620 Ha (Sumber: RTL
DAS Cidanau), yang mencakup wilayah Kabupaten Pandeglang seluas 999,29 Ha dan
Kabupaten Serang seluas 21.620,71 Ha.
Tata guna lahan di DAS Cidanau, adalah sebagai berikut:
1.
Hutan
belukar : 1.539,00 Ha
2.
Rawa
: 1.935,80 Ha
3.
Sawah
: 6.786,30 Ha
4.
Semak
: 5.982,40 Ha
5.
Kebun
campuran : 3.471,10 Ha
6.
Ladang
: 1.925,50 Ha
7.
Permukiman
: 396,80 Ha
Sumber: Master Plan Pengembangan dan Konservasi DAS Cidanau,
Bappeda Banten 2002.
Permasalahan utama di DAS Cidanau, antara lain:
1.
Tingkat
erosi yang mencapai 71.034,40 ton/tahun dan nilai sedimentasi yang mencapai
75,68 cm/tahun;
2.
Penebangan
pohon di kawasan Perhutani (illegal loging) dan di kawasan hutan rakyat di
upstream mempengaruhi eksistensi Cagar Alam Rawa Danau yang juga berfungsi
sebagai reservoir Sungai Cidanau;
3.
Ketersediaan
air menunjukkan kecenderungan terus menurun, karena fluktuasi debit minimal dan
maksimal sebesar 15 s.d 32 kali;
4.
Tumbuh
suburnya gulma akibat penggunaan pupuk kimia oleh masyarakat di sekitar kawasan
Cagar Alam Rawa Danau;
5.
Perambahan
kawasan Cagar alam Rawa Danau, seluas ± 849 Ha oleh 1.140 kepala keluarga untuk
lahan budidaya;
6.
Tingkat
kejenuhan lahan yang mengakibatkan menurunnya infiltrasi dan meningkatnya run
off.
Lokakarya Nasional “Pembayaran dan Imbal Jasa Lingkungan” 14-15 Februari 2005
Lokakarya Nasional “Pembayaran dan Imbal Jasa Lingkungan” 14-15 Februari 2005
Sementara Sungai Cidanau yang berhulu di kawasan Cagar Alam
Rawa Danau, merupakan sungai utama DAS Cidanau dan menjadi aliran air serta
reservoir sungai – sungai dari kawasan 10 (sepuluh) sub DAS Cidanau. Memiliki
debit rata – rata untuk 5 (lima) tahun terakhir antara 8.000 – 10.000
liter/detik, merupakan sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air
bersih masyarakat dan industri di Kota Cilegon dengan
jumlah ± 120 perusahaan dengan total investasi mencapai US $ 1,936,643,291 (Sumber : Dinas Perdagangan dan Industri Kota Cilegon, 2003), yang diproyeksikan akan mencapai 1.690 liter/detik pada tahun 2006. Akan tetapi akibat berbagai permasalahan yang terjadi di DAS Cidanau, kuantitas dan kualitas air dari Sungai Cidanau terus mengalami penurunan secara kuantitas maupun kualitas, bahkan pada tahun 1997
debit rata – rata Sungai Cidanau hanya sebesar 1.700 liter per detik.
jumlah ± 120 perusahaan dengan total investasi mencapai US $ 1,936,643,291 (Sumber : Dinas Perdagangan dan Industri Kota Cilegon, 2003), yang diproyeksikan akan mencapai 1.690 liter/detik pada tahun 2006. Akan tetapi akibat berbagai permasalahan yang terjadi di DAS Cidanau, kuantitas dan kualitas air dari Sungai Cidanau terus mengalami penurunan secara kuantitas maupun kualitas, bahkan pada tahun 1997
debit rata – rata Sungai Cidanau hanya sebesar 1.700 liter per detik.
Disamping sumber daya air, didalam kawasan DAS Cidanau
terdapat kawasan Cagar Alam Rawa Danau, yang penetapannya didasarkan pada Surat
Keputusan Gubernur Jenderal Belanda, Governement Bisluit (GB) Nomor 60
Staatblad 683, tanggal 16 November 1921 dengan luas 2.500 Ha. Suatu kawasan
yang memiliki potensi
keanekaragaman hayati endemis terutama untuk ekosistem rawa, karena Rawa Danau merupakan kawasan rawa pegunungan satu – satunya yang masih tersisa di Pulau Jawa.
keanekaragaman hayati endemis terutama untuk ekosistem rawa, karena Rawa Danau merupakan kawasan rawa pegunungan satu – satunya yang masih tersisa di Pulau Jawa.
Pengelolaan
Terpadu DAS
Peranan penting DAS Cidanau dalam
mendukung pembangunan industri di Kota Cilegon dan eksistensi Cagar Alam Rawa
Danau, menjadi dasar Lembaga Swadaya Masyarakat REKONVASI BHUMI melakukan
berbagai upaya pelestarian dan mendorong seluruh stakeholder yang terlibat
dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau, untuk mulai membangun kesamaan
visi dan misi dalam melakukan pengelolaan di DAS Cidanau secara terintegrasi (integrated watershed management) dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (sustainable development), didasarkan
pada konsep one river, one plan dan one management.
Upaya tersebut dimulai dengan
kegiatan Diskusi Terbuka pada tanggal 13 Desember 1998, yang menghasilkan
DELAPAN BUTIR KESEPAKATAN BERSAMA (Joint
Communique) yang ditanda – tangani bersama oleh; UG. Kosasih mewakili DPRD
Kabupaten Serang, Ir. H. Setia Hidayat mewakili Pemerintah Kabupaten Serang,
Adang Sutami mewakili Pemerintah Pusat, H. Duddy Remy mewakili masyarakat
peserta diskusi, Ir. Rohadji Trie mewakili lembaga swadaya
masyarakat dan Ir. E. Tomasowa mewakili pt. Krakatau Tirta Industri, sebagai
berikut:
1.
Rawa
Danau penting untuk diselamatkan;
2.
Penanganan
catchment area merupakan prioritas utama dalam upaya penanganan Rawa Danau;
3.
Pendidikan
dan pelatihan masyarakat di sekitar Rawa Danau (catchment area) dilakukan
secara benar dan menjadi tanggung jawab bersama;
4.
Ada
tindak lanjut konkrit dari kesepakatan bersama ini;
5.
Rawa
Danau tetap difungsikan sebagai cagar alam;
6.
Harus
ada sosialisasi kepada masyarakat;
7.
Meminta
perhatian dan kehati – hatian semua pihak terhadap upaya upaya penambangan yang
akan merusak fungsi cagar alam dan catchment area;
8.
Siapapun
yang melanggar kesepaktan bersama ini, harus dituntut sesuai dengan hukum yang
berlaku.
Upaya tersebut dilanjutkan dengan
mengadakan Lokakarya DAS Cidanau, pada tanggal 09 – 10 Agustus 2000, dengan
mulai melibatkan instansi pemerintah dari Propinsi Banten yang baru terbentuk
dan Institut Pertanian Bogor, disamping stakeholder yang lebih luas dari
Kabupaten Pandeglang, Serang dan Kota Cilegon.
Lokakarya tersebut menghasilkan
beberapa rekomendasi penting, yang dijadikan landasan dalam penyusunan rencana
aksi, untuk mewujudkan integrated management berdasarkan konsep one river, one plan dan one management,
rekomendasi tersebut adalah:
1.
Perlu
adanya kesepakatan antara pemerintah daerah propinsi, kabupaten/kota dan
stakeholder lainnya tentang kebijakan pengelolaan DAS Cidanau;
2.
Perlu
adanya peraturan daerah tentang kebijakan pengelolaan DAS Cidanau, di tingkat
propinsi dan kabupaten/kota;
3.
Perlu
adanya tim koordinasi untuk mengelola DAS Cidanau secara terpadu yang didukung
oleh seluruh stakeholder;
4.
Perlu
adanya master plan pengelolaan DAS Cidanau yang terpadu dan berkelanjutan dari
kawasan hulu sampai dengan hilir;
5.
Perlu
dirumuskan mekanisme pengelolaan DAS Cidanau sesuai dengan peraturan daerah,
master plan dan kesepakatan – kesepakatan antar stakeholder,
6.
Perlu
dibentuk forum komunikasi bersama DAS Cidanau, dengan tugas dan fungsi
memberikan masukan dan memantau pengelolaan DAS Cidanau.
7.
Dari
rekomendasi Tim Perumus Lokakarya, maka pembentukan forum komunikasi bersama
DAS Cidanau dipandang sangat perlu untuk segera dibentuk, sebagai salah satu
tindak lanjut pelaksanaan lokakarya.
Realisasi dari tindak lanjut
tersebut dilaksanakan oleh Bapedal Banten, melalui proyek ”optimalisasi
pengelolaan Lingkungan Hidup, APBD tahun anggaran 2001”, yang akhirnya berhasil
membentuk FORUM KOMUNIKASI DAS CIDANAU yang didasarkan pada konsep “one river,
one plan and one management” dan didasarkan pada kesepakatan seluruh
stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau, untuk
melakukan pengelolaan dan secara terpadu dan berkelanjutan (integrated and
sustainable development), serta dukungan dari Pemerintah Propinsi Banten melalui
SURAT KEPUTUSAN GUBERNUR BANTEN Nomor: 124.3/Kep.64 – Huk/02 tanggal 24 Mei
2002, tentang PEMBENTUKAN FORUM KOMUNIKASI DAS CIDANAU.
Pembayaran
jasa lingkungan
Proses pembangunan dan pengembangan
model hubungan hulu – hilir di DAS Cidanau melalui mekanisme pembayaran jasa
lingkungan, dimulai sejak sosialisasi tentang Pembayaran Jasa Lingkungan (environment services payment) oleh GTZ
– smcp, sosialisasi dan penjajagan implementasi konsep dalam model di DAS
Cidanau juga dilakukan oleh lembaga – lembaga lain, seperti; World Agroforesty
Centre dengan program RUPES, BTL – BPPT dan terakhir LP3ES – IIED yang kemudian
mendukung implementasi konsep tersebut di dua lokasi model di Cidanau, yaitu
Desa Citaman Kecamatan Ciomas dan Desa Cibojong Kecamatan Padarincang Kabupaten
Serang – Banten.
Model hubungan hulu – hilir dengan
mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang dibangun dan dikembangkan di DAS
Cidanau merupakan hubungan hulu hilir yang dibangun dan dikembangan secara
tidak langsung (indirect payment),
hal tersebut dilakukan karena PT. Krakatau Tirta Industri (KTI)
sebagai buyer tidak bersedia untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan secara
langsung kepada seller karena berbagai alasan dan pertimbangan, serta meminta
FKDC sebagai penghubung (intermediary)
yang memfasilitasi kepentingan KTI sebagai buyer
dan masyarakat hulu sebagai seller
atau sebagai provider jasa lingkungan di DAS Cidanau.
Proses negoisasi antara FKDC dengan
KTI untuk pembayaran jasa lingkungan, menghasilkan beberapa hal penting yang
dituangkan dalam Naskah Kesepahaman yang Lokakarya Nasional “Pembayaran
dan Imbal Jasa Lingkungan” ditandatangani bersama oleh Gubernur Banten selaku
Ketua Dewan Daerah FKDC dengan Direktur Utama KTI dan Perjanjian Pembayaran
Jasa Lingkungan yang ditandatangani bersama oleh Ketua Pelaksana Harian FKDC
dengan Direktur Utama KTI, yang memuat hal – hal sebagai berikut :
1.
KTI
bersedia secara sukarela (voluntary agreement) membayar jasa lingkungan dari
DAS Cidanau sebesar Rp. 3.500.000,- (tiga
juta lima ratus rupiah) per hektar per tahun dengan luas hutan yang dibayar
seluas 50 (lima puluh) hektar atau sebesar Rp. 175.000.000,- (seratus tujuh puluh lima juta rupiah),
jumlah tersebut akan dibayar KTI pada tahun pertama dan kedua;
2.
Naskah
Kesepahaman dan Perjanjian Pembayaran Jasa Lingkungan antara FKDC dengan KTI
berlaku selama 5 (lima) tahun atau sampai dengan tahun 2009;
3.
Jumlah
pembayaran jasa lingkungan KTI untuk tahun ke 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima)
didasarkan pada hasil negoisasi antara FKDC dengan KTI (renegotiation);
Dalam hubungan hulu – hilir dengan
model pembayaran jasa lingkungan secara tidak langsung tersebut, keberhasilan
pembangunan dan pengembangan serta keberlanjutan implementasi konsep hubungan
hulu – hilir sangat ditentukan oleh peran FKDC dalam membangun dan
mengembangkan penerimaan pembayaran jasa lingkungan atas jasa lingkungan yang
dimanfaatkan buyer untuk kemudian dilakukan pembayaran jasa
lingkungan kepada seller sebagai produsen jasa lingkungan di DAS Cidanau, atas upaya – upaya yang telah dilakukan seller dalam pembangunan hutan lestari di DAS Cidanau.
lingkungan kepada seller sebagai produsen jasa lingkungan di DAS Cidanau, atas upaya – upaya yang telah dilakukan seller dalam pembangunan hutan lestari di DAS Cidanau.
Upaya FKDC dalam membangun dan
mengembangkan penerimaan pembayaran jasa lingkungan menjadi penting, karena
perluasan model pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dan keberlanjutannya,
sangat ditentukan oleh peran tersebut. Sehingga pembentukan Lembaga Pengelola
Jasa Lingkungan dan mekanisme yang dibangun untuk merealisasikan transaksi
pembayaran dan aturan – aturan yang mendukung terbangunnya akuntabilitas,
transparansi dan dengan kredibilitas yang dapat dipertanggung jawabkan dari
pengelolanya, menjadi kunci yang dapat menumbuhkan kepercayaan buyer, untuk
terlibat dalam berbagai upaya konservasi di DAS Cidanau dengan menggunakan
mekanisme pembayaran jasa lingkungan.
Dalam implementasi hubungan hulu – hilir
dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, FKDC kemudian
membentuk Tim Ad Hoc dengan didasarkan pada Surat Keputusan Ketua Pelaksana
Harian FKDC, dengan tugas utamanya adalah mengelola dana pembayaran jasa
lingkungan dan membentuk Lembaga Pengelola Jasa Lingkungan (LPJL) Cidanau.
Dalam pengelolaan yang dilakukan
oleh Tim Ad Hoc, realisasi pembayaran jasa lingkungan dari buyer didasarkan
pada persyaratan – persyaratan yang diminta oleh buyer, yang antara lain
berkaitan dengan hak dan kewajiban buyer, jadwal realisasi pembayaran,
mekanisme pengawasan oleh dilakukan buyer dan hal – hal lain yang berkenaan
dengan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan yang dilakukan oleh Tim Ad
Hoc.
Sementara itu pembayaran jasa
lingkungan yang dilakukan Tim Ad Hoc kepada masyarakat yang menjadi seller atau
provider jasa lingkungan di DAS Cidanau, didasarkan pada kesepakatan –
kesepakatan yang berkaitan dengan jumlah pembayaran yang akan diterima seller,
jadwal penerimaan pembayaran dan persyaratan – persyaratan lain yang harus
dipenuhi oleh seller berkaitan dengan pembayaran jasa lingkungan
yang akan diterimanya. Inti dari kesepakatan tersebut, antara lain:
1.
Pembayaran
jasa lingkungan yang akan diterima seller sebesar Rp. 1.200.000,- (satu juta
dua ratus ribu rupiah) per hektar per tahun;
2.
Perjanjian
pembayaran jasa lingkungan berlaku selama 5 (lima) tahun, terhitung sejak
tanggal penanganan;
3.
Pembayaran
jasa lingkungan akan diterima seller dalam 3 (tiga) kali pembayaran dengan
prosentase pembayaran, sebagai berikut :
1)
30%
(tiga puluh persen)akan diterima seller pada saat penandatangan perjanjian
pembayaran jasa lingkungan;
2)
B.
30% (tiga puluh persen)akan diterima seller setelah 6 (enam) bulan terhitung
tanggal penandatangan perjanjian pembayaran jasa lingkungan;
3)
40%
(empat puluh persen)akan diterima seller setelah 12 (dua belas) bulan terhitung
tanggal penandatangan perjanjian pembayaran jasa lingkungan;
4)
Jumlah
tanaman, baik untuk jenis buah – buahan maupun kayu – kayuan tidak kurang dari
500 (lima ratus) batang pada akhir tahun ke lima (selama masa kontrak);
Sedangkan Focus Discussion Group (FGD) ditingkat FKDC, menghasilkan beberapa
hal berkaitan dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan, yang dituangkan
dalam Surat Keputusan Pelaksana Harian FKDC, tentang Petunjuk Teknis
Pengelolaan Anggaran Pembayaran Jasa Lingkungan, adalah sebagai berikut :
1.
Biaya
operasional Tim Adhoc per tahun, dialokasikan maksimum sebesar 15 % (lima belas
persen) dari hasil pembayaran jasa lingkungan yang dikelolanya selama 1 (satu)
tahun, dengan perincian pemanfaatan, sebagai berikut:
Ø 50 % untuk biaya perjalanan dinas;
Ø 30 % untuk biaya honorarium Tim Ad
Hoc;
Ø 10 % untuk biaya evaluasi,
dokumentasi dan report;
Ø 5 % untuk biaya rapat-rapat;
Ø
5
% untuk biaya alat tulis kantor.
2.
Pengendalian,
pengawasan dan pemeriksaan seluruh dokumen yang berkaitan dengan penerimaan dan
pelaksanaan pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dapat dilakukan oleh:
Ø Pelaksana Harian atau Lembaga
dan/atau profesional yang ditunjuk oleh Pelaksana Harian FKDC;
Ø Lembaga atau profesional yang
ditunjuk oleh pembayar jasa lingkungan (buyers);
Ø Lembaga atau profesional yang
ditunjuk oleh produsen jasa lingkungan (seller);
Ø Lembaga swadaya masyarakat yang
menjadi anggota Forum Komunikasi DAS Cidanau atau Lembaga dan/atau profesional
yang ditunjuk oleh lembaga swadaya masyarakat dimaksud.
Hal yang menjadi catatan penting
dalam konteks pembayaran jasa lingkungan oleh Tim Ad Hoc kepada seller,
meskipun proses penetapan jumlah pembayaran jasa lingkungan melalui proses
negosiasi antara Tim Ad Hoc dengan seller, tetapi jumlah pembayaran yang
disepakati belum didasarkan pada perhitungan – perhitungan mendasar berdasarkan
formulasi matematis di atas, diperlukan penelitian lebih lanjut agar jumlah
pembayaran jasa lingkungan yang diterima seller sama atau lebih dari opportunity cost yang harus dikeluarkan
oleh seller, sehingga resiko kemungkinan seller kembali menebang pohon di atas
lahan miliknya karena persoalan – persoalan ekonomi menjadi kecil.
Hal penting yang harus menjadi
perspektif untuk menjaga keberlanjutan pembayaran jasa lingkungan di DAS
Cidanau, adalah kemampuan Tim Ad Hoc atau kemudian LPJL dalam membangun pasar
jasa lingkungan dikalangan buyer DAS Cidanau. Hal tersebut merupakan modal
dasar untuk menjaga keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang
sedang dibangun dan dikembangkan, disisi lain pembangunan dan pengembangan
kelembagaan pengelola jasa lingkungan DAS Cidanau yang sesuai
dengan tuntutan buyer maupun seller juga menjadi entry point penting dalam keberlanjutan dan pengembangan jasa lingkungan di DAS Cidanau.
dengan tuntutan buyer maupun seller juga menjadi entry point penting dalam keberlanjutan dan pengembangan jasa lingkungan di DAS Cidanau.
Berkaitan dengan hal tersebut maka
peran pemerintah dalam pembangunan dan pengembangan jasa lingkungan di DAS
Cidanau menjadi teramat penting, keberanian pemerintah untuk merubah dan
mengganti paradigma pembangunan yang selama ini dilakukan untuk kegiatan
konservasi dan rehabilitasi lahan di Cidanau dengan mekanisme pembayaran jasa
lingkungan, tidak saja akan menjadi contoh pemanfaat
jasa lingkungan dari DAS Cidanau untuk membayar jasa lingkungan dari DAS Cidanau yang telah dimanfaatkannya baik secara langsung maupun tidak langsung, tetapi juga akan mendorong terbangunnya mekanisme pembangunan baru yang dapat dijadikan alternative dari konsep pembangunan yang sudah dan pernah ada, konsep pembangunan yang memberikan aksesbilitas lebih luas kepada masyarakat untu
menentukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di wilayahnya dengan membangun keseimbangan antara kepentingan ekologi, social dan ekonomi.
jasa lingkungan dari DAS Cidanau untuk membayar jasa lingkungan dari DAS Cidanau yang telah dimanfaatkannya baik secara langsung maupun tidak langsung, tetapi juga akan mendorong terbangunnya mekanisme pembangunan baru yang dapat dijadikan alternative dari konsep pembangunan yang sudah dan pernah ada, konsep pembangunan yang memberikan aksesbilitas lebih luas kepada masyarakat untu
menentukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di wilayahnya dengan membangun keseimbangan antara kepentingan ekologi, social dan ekonomi.
Disisi lain pengembangan kelembagaan
pengelola jasa lingkungan dengan akuntabilitas, transparency dan mekanisme yang
jelas serta kegiatan reforestasi hasil dari pembayaran jasa lingkungan yang
konkrit, tidak saja akan membangun kepercayaan buyer jasa lingkungan DAS
Cidanau, tetapi akan menjadi perhatian masyarakat international dengan
kemungkinan melakukan transaksi pembayaran untuk karbon (carbon trade), sesuai dengan semangat yang muncul dari konsep clean development mechanism (CDM).
Penutup
Hubungan hulu – hilir dengan
mekanisme pembayaran jasa lingkungan merupakan perspektif baru, dalam membangun
keseimbangan ekonomi diantara hulu dan hilir melalui hubungan yang saling
menguntungkan dari ketergantungan hilir terhadap kestabilan ekosistem di hulu
DAS Cidanau.
Masyarakat di hulu DAS selama ini,
selalu dibatasi oleh berbagai hal yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitas
lingkungan, terutama yang berkaitan dengan pelestarian tata air untuk tetap
terjaganya kuantitas, kualitas dan keberlanjutan ketersediaan air baku untuk
memenuhi kebutuhan air masyarakat di hilir. Pengetahuan yang terbatas tentang
optimalisasi dan pemanfaatan lahan, disertai dengan penguasaan lahan yang
sangat terbatas dan pola serta jenis budidaya yang secara tradisional
dikembangkan, mengakibatkan sebagian besar masyarakat di hulu terjebak dalam
perangkap kemiskinan (poverty trap)
yang pada akhirnya mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas yang
berdampak pada turunnya kuantitas dan kualitas lingkungan di DAS Cidanau.
Dibangun dan dikembangkannya
hubungan hulu – hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS
Cidanau, memberikan harapan dan aksesbilitas kepada masyarakat di hulu untuk
meningkatkan kemampuan ekonomi mereka. Hal tersebut menjadi mungkin untuk
dicapai, apabila seluruh stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan
DAS Cidanau menyadari arti penting DAS Cidanau dalam mendukung proses pembangunan
di hilir dengan pusat kegiatan pembangunan di wilayah Kota Cilegon.
Disisi lain integrated watershd management yang dibangun dan dikembangkan Forum Komunikasi DAS Cidanau
menjadi kekuatan tersendiri dalam upaya pembangunan dan pengembangan hubungan
hulu – hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan, karena kesamaan visi
dan misi stakeholder dalam pengelolaan dan pemanfaatan menjadi modal utama
untuk mencapai keseimbangan sosial dan ekonomi antara
masyarakat di hulu dan hilir, disamping adanya kepercayaan para pemanfaat jasa lingkungan dari DAS Cidanau kepada lembaga pengelola yang merupakan representasi stakeholder dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat dan kalangan swasta yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau.
masyarakat di hulu dan hilir, disamping adanya kepercayaan para pemanfaat jasa lingkungan dari DAS Cidanau kepada lembaga pengelola yang merupakan representasi stakeholder dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat dan kalangan swasta yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau.
Untuk itu diperlukan motivitas dan
keinginan kuat dari seluruh stakeholder FKDC, untuk melakukan perubahan –
perubahan mendasar dalam mekanisme pembangunan yang selama ini dilakukan yang
secara nyata tidak dan/atau belum pernah berhasil mewujudkan masyarakat dan
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dinamika pembangunan. Ketergantungan
masyarakat di hulu pada bantuan pemerintah tidak pernah menjadi turun atau berkurang,
tuntutan atas bantuan pemerintah dalam upaya peningkatan kesejahteraan mereka
semakin lama semakin bertambah. Belum pernah muncul keinginan masyarakat untuk
memulai memecahkan berbagai persoalan sosial ekonomi secara swadaya, swakarsa
dengan didasarkan pada berbagai sumber daya yang mereka miliki.
Perubahan – perubahan yang dilakukan
tidak saja muncul dari pemerintah, tetapi juga dari masyarakat di hulu dan di
hilir yang terus mencoba membangun kesepakatan – kesepakatan yang saling
menguntungkan dalam konteks pemanfaatan sumber daya alam. Masyarakat di hulu
sebagai provider jasa lingkungan dan masyarakat di hilir sebagai pemanfaat jasa
lingkungan, dimana satu dan lainnya memiliki keterkaitan yang erat
dalam menjaga keberlanjutan pembangunan, untuk kemudian menjadi wadah dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata.
No comments:
Post a Comment