Dua puluh dua tahun itu, adalah rentang waktu untuk kami belajar dan melakukan sesuatu sesuai dengan idealisme kami tentang pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan yang mencoba memberikan kesempatan sesama untuk hidup lebih baik, untuk lebih sejahtera dan bahagia dengan semua sumber daya yang ada di sekitar mereka dan mereka miliki.
Dua
puluh dua tahun itu perjalanan yang biasa saja, karena Insya Allah kami
menjalaninya dengan ikhlas dan bahagia, walau penghuni ruang itu silih berganti. Ada yang pergi karena mencoba peruntungan di luasnya dunia, setelah mereka
berhasil menaklukkan ego mereka di “kawah
candradimuka Rekonvasi Bhumi”,
sebagian besar di antara mereka berhasil berdiri gagah di kaki mereka sendiri
dengan dada tengadah dan dengan tetap memegang semangat peduli lingkungan
peduli sesama. Ada juga yang pergi
karena perbedaan semangat dan cara berfikir dan itu bukan persoalan. Karena
menegakkan idealisme itu bukan perkara mudah, dibutuhkan mentalitas yang tahan terhadap
cuaca, godaan dan dikucilkan karena perbendaan pandangan. Para kerabat bhumi di awal perjalanan merasakan
hal itu, menikmati hujan dan terik matahari dengan rasa lapar sambil mendorong Vespa yang bannya kempis atau kehabisan bensin, Vespa warisan almarhum Bapak H.
Nasrudin yang masih tersimpan dengan baik sampai dengan hari ini.
Peduli lingkungan itu bukan hanya sekedar menanam pohon, bukan hanya memunguti sampah di sungai-sungai, bukan hanya tentang limbah, baik industri maupun rumah tangga, tetapi kepedulian kita kepada sesama agar hidup mereka tidak rusak oleh kebijakan atau kegiatan kita ketika melakukan berbagai upaya ekonomi.
“Jangan sampai orang miskin mensubsidi orang kaya dan pemerintah,” menurut Pak Emil Salim dalam sebuah kesempatan, karena mereka harus menanggung dampak dari kolaborasi pemerintah atau pemerintah daerah dengan para kapitalis dalam merancang investasi.
"Merehabilitasi kerusakan lingkungan hidup bisa jadi akan membutuhkan biaya yang lebih besar, dibandingkan dengan manfaat ekonomi yang diterima oleh pemerintah dan masyarakat dari pemanfaatan sumber daya alam.” Karena dampak yang timbul tidak saja dari sisi ekologi, tetapi juga sosial dan ekonomi masyarakat terdampak, harus beradaptasi dengan kualitas lingkungan yang lebih buruk, tetap melakoni hidup dan kehidupan di tengah-tengah kualitas lingkungan hidup yang memburuk sehingga harus membiayai sendiri pengganti sumber daya alam yang tercemar--yang selama ini menunjang kehidupan mereka.
Dua
puluh dua tahun itu perjalanan waktu yang digunakan untuk mengingatkan siapapun
agar berhati-hati dalam mengelola lingkungan hidup. Bukan sekedar memenuhi
syarat. Bukan menjadi rangkaian kata-kata yang indah, tetapi kesadaran bahwa
bumi kita hanya satu dan menjadi hak seluruh penghuninya untuk dapat menikmati
kehidupan dengan baik, dengan layak dan
tekhnologi mungkin bisa dimanfaatkan ketika konflik kepentingan tidak lagi
terelakan.
Dua
puluh dua tahun itu penjelajahan mulai dari gunung sampai pesisir sambil
mempertahankan pohon-pohon milik masyarakat, menyambung satu demi satu pipa
mulai dari mata air sampai ke rumah-rumah masyarakat, membangun kesadaran
masyarakat untuk membangun ekonomi berlandaskan sumber daya yang mereka miliki,
memperbaiki terumbu karang dan padang lamun, menyadarkan masyarakat untuk
memanfaatkan sampah yang mereka hasilkan, mendorong masyarakat untuk menanam
kebutuhan sayur mayur mereka di rumah yang tanpa halaman sekalipun, mendorong
masyarakat untuk membangun eduwisata di lingkungan permukiman mereka dan kadang
menanam di gunung-gunung dan di garis pantai, sebagian besar kegiatan itu kami
lakukan bersama masyarakat dan pemerintah terkadang juga hadir untuk
menyaksikan apa yang dilakukan, hanya hadir dan menyaksikan. Karena hampir
seluruh kegiatan pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pemerintah maupun
pemerintah daerah.
Dua
puluh dua tahun itu adalah bukti kemurahan Allah SWT kepada kami, sehingga kami
masih ada dan bertahan sampai dengan hari ini. Alhamdulillah, semoga hati dan
pikiran kami tidak berubah dan diberangus ganasnya zaman.
13 Desember 1998 – 13 Desember 2020
No comments:
Post a Comment